Situs judi terpercaya-Namaku Lani, seorang ibu rumah tangga, umurku 36 tahun. Suamiku namanya Prasojo, umur 44 tahun, seorang pegawai di pemerintahan di Bantul. Aku bahagia dengan suami dan kedua anakku. Suamiku seorang laki-laki yang gagah dan bertubuh besar, biasalah dulu dia seorang tentara. Penampilanku walaupun sudah terbilang berumur tapi sangat terawat, karena aku rajin ke salon dan fitnes dan yoga. Kata orang, aku mirip seperti Sandy Harun.
Tubuhku
masih bisa dikatakan langsing, walaupun payudaraku termasuk besar,
karena sudah punya anak dua. Anakku yang pertama bernama Rika, seorang
gadis remaja yang beranjak dewasa. Dia sudah mau lulus SMA, yang kedua
Sangga,masih sekolah SMA kelas 1. Rika walaupun tinggal serumah dengan
kami juga lebih sering menghabiskan waktunya di tempat kosnya di kawasan
Gejayan.
Kalau
si Sangga, karena cowok remaja, lebih sering berkumpul dengan
teman-temannya ataupun sibuk berkegiatan di sekolahnya. Semenjak tidak
lagi sibuk mengurusi anak-anak, kehidupan seksku semakin tua justru
semakin menjadi-jadi. Apalagi suamiku selain bertubuh kekar, juga orang
yang sangat terbuka soal urusan seks. Akhir-akhir ini, setelah anak-anak
besar, kami berlangganan internet.
Aku
dan suamiku sering browsing masalah-masalah seks, baik video, cerita,
ataupun foto-foto. Segala macam gaya berhubungan badan kami lakukan.
Kami bercinta sangat sering, minimal seminggu tiga kali. Entah mengapa,
semenjak kami sering berseluncur di internet, gairah seksku semakin
menggebu. Sebagai tentara, suami sering tidak ada di rumah, tapi kalau
pas di rumah, kami langsung main kuda-kudaan, hehehe. Sudah lama kami
memutuskan untuk tidak punya anak lagi.
Tapi
aku sangat takut untuk pasang spiral. Dulu aku pernah mencoba suntik
dan pil KB. Tapi sekarang kami lebih sering pakai kondom, atau lebih
seringnya suamiku keluar di luar. Biasanya di mukaku, di payudara, atau
bahkan di dalam mulutku.
Pokoknya
kami sangat hati-hati agar Sangga tidak punya adik lagi. Dan tenang
saja, suamiku sangat jago mengendalikan muncratannya, jadi aku tidak
khawatir muncrat di dalam rahimku. Walaupun sudah dua kali melahirkan
tubuhku termasuk sintal dan seksi.
Payudaraku
masih cukup kencang karena terawat. Tapi yang jelas, bodiku masih
semlohai, karena aku masih punya pinggang. Aku sadar, kalau tubuhku
masih tetap membuat para pria menelan air liurnya. Apalagi aku termasuk
ibu-ibu yang suka pakai baju yang agak ketat. Sudah kebiasaan sih dari
remaja.
Suamiku
termasuk seorang pejabat yang baik. Dia ramah pada setiap orang. Di
kampung dia termasuk aparat yang disukai oleh para tetangga. Apalagi
suamiku juga banyak bergaul dengan anak-anak muda kampung. Kalau pas di
rumah, suamiku sering mengajak anak-anak muda untuk bermain dan
bercakap-cakap di teras rumah.
Semenjak
setahun yang lalu, di halaman depan rumah kami di bangun semacam gazebo
untuk nongkrong para tetangga. Setelah membeli televisi baru, televisi
lama kami, ditaruh di gazebo itu, sehingga para tetangga betah nongkrong
di situ. Yang jelas, banyak bapak-bapak yang curi-curi pandang ke
tubuhku kalau pas aku bersih-bersih halaman atau ikutan nimbrung
sebentar di tempat itu.
Maklumlah,
kalau istilah kerennya, aku ini termasuk MILF, hehehe. Selain
bapak-bapak, ada juga pemuda dan remaja yang sering bermain di rumah.
Salah satunya karena gazebo itu juga dipergunakan sebagai perpustakaan
untuk warga.
Salah
satu anak kampung yang paling sering main ke rumah adalah Indun, yang
masih SMP kelas 2. Dia anak tetangga kami yang berjarak 3 rumah dari
tempat kami.
Anaknya
baik dan ringan tangan. Sama suamiku dia sangat akrab, bahkan sering
membantu suamiku kalau lagi bersih-bersih rumah, atau membelikan kami
sesuatu di warung. Sejak masih anak-anak, Indun dekat dengan anak-anak
kami, mereka sering main karambol bareng di gazebo kami. Bahkan
kadang-kadang Indun menginap di situ, karena kalau malam, gazebo itu
diberi penutup oleh suamiku, sehingga tidak terasa dingin.
Pada
suatu malam, aku dan suamiku sedang bermesraan di kamar kami. Semenjak
sering melihat adegan blow job di internet, aku jadi kecanduan mengulum
penis suamiku. Apalagi penis suamiku adalah penis yang paling gagah
sedunia bagiku. Tidak kalah dengan penis-penis yang biasa kulihat di BF.
Padahal dulu waktu masih pengantin muda aku selalu menolak kalau diajak
blowjob.
Entah
kenapa sekarang di usia yang sudah pertengahan kepala tiga ini aku
justru tergila-gila mengulum batang suamiku. Bahkan aku bisa orgasme
hanya dengan mengulum batang besar itu. Tiap nonton film blue pun
mulutku serasa gatal.
Kalau
pas tidak ada suamiku, aku selalu membawa pisang kalau nonton film-film
gituan. Biasalah, sambil nonton, sambil makan pisang, hehehe. Malam itu
pun aku dengan rakus menjilati penis suamiku. Bagi mas Prasojo, mulutku
adalah vagina keduanya. Dengan berseloroh, dia pernah bilang kalau
sebenarnya dia sama saja sudah poligami, karena dia punya dua lubang
yang sama-sama hotnya untuk dimasuki.
Ucapan
itu ada benarnya, karena mulutku sudah hampir menyerupai vagina, baik
dalam mengulum maupun dalam menyedot. Karena kami menghindari kehamilan,
bahkan sebagian besar sperma suamiku masuk ke dalam mulutku. Malam itu
kami lupa kalau Indun tidur di gazebo kami.
Seperti
biasa, aku teriak-teriak pada waktu penis suamiku mengaduk-aduk
vaginaku. Suamiku sangat kuat. Malam itu aku sudah berkali-kali orgasme,
sementara suamiku masih segar bugar dan menggenjotku terus menerus.
Tiba-tiba kami tersentak, ketika kami mendengar suara berisik di
jendela.
Segera
suami mencabut batangnya dan membuka jendela. Di luar nampak Indun
dengan wajah kaget dan gemetaran ketahuan mengintip kami. Suamiku nampak
marah dan melongokkan badannya keluar jendela. Indun yang kaget dan
ketakutan meloncat ke belakang. Saking kagetnya, kakinya terantuk
selokan kecil di teras rumah. Indun terjerembab dan terjungkal ke
belakang. Suamiku tak jadi marah, tapi dia kesal juga.
Walah, Ndun! Kamu itu ngapain? bentaknya.
Indun
ketakutan setengah mati. Dia sangat menghormati kami. Suamiku yang
tadinya kesal pun tak jadi memarahinya. Indun gelagepan. Wajahnya
meringis menahan sakit, sepertinya pantatnya terantuk sesuatu di
halaman.
Aku
tadinya juga sangat malu diintip anak ingusan itu. Tapi aku juga
menyayangi Indun, bahkan seperti anakku sendiri. Aku juga sadar,
sebenarnya kami yang salah karena bercinta dengan suara segaduh itu. Aku
segera meraih dasterku dan ikut menghampiri Indun.
Aduh,
mas. Kasian dia, gak usah dimarahin. Kamu sakit Ndun? Aku mendekati
Indun dan memegang tangannya.Wajah Indun sangat memelas, antara takut,
sakit, dan malu.Sudah gak papa. Kamu sakit, Ndun?tanyaku. Sini coba kamu
berdiri, bisa gak?Karena gemeteran, Indun gagal mencoba berdiri, dia
malah terjerembab lagi. Secara reflek, aku memegang punggungnya,
sehingga kami berdua menjadi berpelukan.
Dadaku
menyentuh lengannya, tentu saja dia dapat merasakan lembutnya gundukan
besar dadaku, karena aku hanya memakai daster tipis yang sambungan,
sementara di dalamnya aku tidak memakai apa-apa.
Aduh
sorri, Ndun pekikku.Tiba-tiba suamiku tertawa. Agak kesal aku melirik
suamiku, kenapa dia menertawai kami.Aduh Mas ini. Ada anak jatuh kok
malah ketawa ,Hahaha.. lihat itu, Dik. Si Indun ternyata udah gede,
hahaha… kata suamiku sambil menunjuk selangkangan Indun. Weitss…
ternyata mungkin tadi Indun mengintip kami sambil mengocok, karena di
atas celananya yang agak melorot, batang kecilnya mencuat ke atas.
Penis
kecil itu terlihat sangat tegang dan berwarna kemerahan. Malu juga aku
melihat adegan itu, apalagi si Indun. Dia tambah gelagepan.
Pulsa qqpuma-Hussh Mas. Kasihan dia, udah malu tuh, kataku yang justru menambah malu si Indun.
Kamu suka yang lihat barusan, Ndun? Wah, hayooo… kamu nafsu ya lihat istriku? goda suamiku.
Suamiku
malah ketawa-ketawa sambil berdiri di belakangku. Tentu saja wajah
Indun tambah memerah, walaupun tetap saja penis kecilnya tegak berdiri.
Kesal juga aku sama suamiku. Udah gak menolonng malah mentertawakan anak
ingusan itu.
Huh, Mas mbok jangan godain dia, mbok tolongin nih, angkat dia
Lha dia khan sudah berdiri, ya tho Ndun? Wakakak kata suamiku.
Aku
sungguh tidak tega lihat muka anak itu. Merah padam karena malu. Aku
lalu berdiri mengangkang di depan anak itu, dan memegang dua tangannya
untuk menariknya berdiri. Berat juga badannya. Kutarik kuat-kuat,
akhirnya dia terangkat.
Tapi
baru setengah jalan, mungkin karena dia masih gemetar dan aku juga
kurang kuat, tiba-tiba justru aku yang jatuh menimpanya. Ohhh… aku
berusaha untuk menahan badanku agar tidak menindih anak itu, tapi
tanganku malah menekan dada Indun dan membuatnya jatuh terlentang sekali
lagi. Bahkan kali ini, aku ikut jatuh terduduk di pangkuannya.
Dan…. ohhhh. Sleppp…. terasa sesuatu menggesek bibir vaginaku.
Waa…!aku
tersentak dan sesaat bingung apa yang terjadi, begitu juga dengan
Indun, wajahnya nampak sangat ketakutan. Aduuuhhh!teriakku.
Sementara
suamiku justru tertawa melihat kami jatuh lagi. Tiba-tiba aku sadar
benda apa yang bergesekan dengan vaginaku, penis kecil si Indun! Penis
itu menggesek wilayah sensitifku disamping karena vaginaku masih basah
oleh persetubuhanku dengan suamiku, juga karena aku tidak mengenakan
apa-apa di balik daster pendekku.
Ohhhhh…. apa yang terjadi?Pikirku.
Mungkin
juga karena penis Indun yang masih imut dan lobang vaginaku yang biasa
digagahi penis besar suami, jadinya sangat mudah diselipin batang kecil
itu.
Ohhh.. Masss??? desisku pada suamiku. Kali ini suamiku berhenti tertawa dan agak kaget.
Napa, say?tanyanya heran.
Kami
bertiga sama-sama kaget, suamiku nampaknya juga menyadari apa yang
terjadi. Dia mendekati kami, dan melihat bahwa kelamin kami saling
bersentuhan. Beberapa saat kami bertiga terdiam bingung dengan apa yang
terjadi. Aku merasakan penis Indun berdenyut-denyut.
Lobangku
juga segera meresponnya, mengingat rasa tanggung setelah persetubuhanku
dengan suamiku yang tertunda. Aku mencoba bangkit, tapi entah kenapa,
kakiku jadi gemetar dan kembali selangkanganku menekan tubuh si Indun.
Tentu saja penisnya melesak ke lobangku. Ohhh… aku merasakan sensasi
yang biasa kutemui kala sedang bersetubuh.
Ohhh…
desisku. Indun terpekik tertahan. Wajahnya memerah. Tapi aku merasakan
pantatnya sedikit dinaikkan merespon selangkanganku. Slepppp… kembali
penis itu menusuk dalam lobangku.
Yang
mengherankan suamiku diam saja, entah karena dia kaget atau apa. Hanya
aku lihat wajahnya ikut memerah dan sedikit membuka mulutnya, mungkin
bingung juga untuk bereaksi dengan situasi aneh ini.
Aku
diam saja menahan napas sambil menguatkan tanganku yang menahan
tubuhku. Tanganku berada di sisi kanan dan kiri si Indun. Sementara
Indun dengan wajah merah padam menatap mukaku dengan panik. Agak mangkel
juga aku lihat mukanya, panik, takut, tapi kok penisnya tetap tegang di
dalam vaginaku. Dasar anak mesum, pikirku. Tapi aneh juga, aku justru
merasakan sensasi yang aneh dengan adanya penis anak yang sudah kuanggap
saudaraku sendiri itu dalam vaginaku.
Agak
kasihan juga lihat mukanya, dan juga muncul rasa sayang. Pikirku,
kasihan juga anak ini, dia sangat bernafsu mengintip kami, dan juga
apalagi yang dikawatirkan, karena penisnya sudah terlanjur dalam
vaginaku. Aku melirik suamiku sambil tetap duduk di pangkuan si Indun.
Suamiku tetap diam saja. Agak kesal juga aku lihat respon mas Prasojo.
Tiba-tiba pikiran nakal menyelimuti.
Kenapa
tidak kuteruskan saja persetubuhanku dengan Indun, toh penisnya sudah
menancap di vaginaku. Apalagi kalau lihat muka hornynya yang sudah di
ubun-ubun, kasihan lihat Indun kalau tidak diteruskan. Dengan nekat aku
kembali menekan pantatku ke depan. Vaginaku meremas penis Indun di
dalam. Merasakan remasan itu, Indun terpekik kaget. Suamiku mendengus
kaget juga.
Dik, aaa…paaaa yang kaulakukan? kata suamiku gagap.
Aku diam saja, hanya saja aku mulai menggoyang pantatku maju mundur.
Suamiku
melongo sekarang. Wajahnya mendekat melihat mukaku setengah tak
percaya. Indun tidak berani lihat suamiku. Dia menatap wajahku keheranan
dan penuh nafsu.
Mas… aku teruskan saja ya, kasihan si Indun. Apalagi khan sudah terlanjur masuk, toh sama saja…bisikku berani ke suamiku.
Aku
tak bisa lagi menduga perasaan suamiku. Kecelakaan ini benar-benar di
luar perkiraan kami semua. Tapi suamiku memegang pundakku, yang kupikir
mengijinkan kejadian ini. Entah apa yang ada di pikiranku, aku tiba-tiba
sangat ingin menuntaskan nafsu si Indun.
Si
Indun mengerang-erang sambil terbaring di rerumputan halaman rumah
kami. Kembali aku memaju-mundurkan pantatku sambil meremas-remas penis
kecil itu di dalam lobangku. Remasanku selalu bikin suamiku tak tahan,
karena aku rajin ikut senam. Apalagi ini si Indun, anak ingusan yang
tidak berpengalaman.
Tiba-tiba,
karena sensasi yang aneh ini, aku merasakan orgasme di dalam vaginaku.
Jarang aku orgasme secepat itu. Aku merintih dan mengerang sambil
memegang erat lengan suamiku. Banjir mengalir dalam lobangku. Otomatis
remasan dalam vaginaku menguat, dan penis kecil si Indun dijepit dengan
luar biasa.
Indun meringis dan mengerang. Pantatnya melengkung naik, dann…. croottttttttt………..
Cairan panas itu membanjiri rahimku. Aku seperti hilang kendali, semua tiba-tiba gelap dan aku diserbu oleh badai kenikmatan…
Ohhhhhhhhhh…
Aku
lalu terkulai sambil menunduk menahan tubuhku dengan kedua tanganku.
Nafasku terengah-engah tidak karuan. Sejenak aku diam tak tahu harus
bagaimana. Aku dan suamiku saling berpandangan.
Dik… Indun gak pakai kondom ..?suamiku terbata-bata.
Kami
sama-sama kaget menyadari bahwa percintaan itu tanpa pengaman sama
sekali, dan aku telah menerima banyak sekali sperma dalam rahimku,
sperma si anak ingusan. Ohhh… tiba-tiba aku sadar akan resiko dari
persetubuhan ini. Aku dalam masa subur, dan sangat bisa jadi aku bakalan
mengandung anak dari Indun, bocah SMP yang masih ingusan.
Pelan-pelan
aku berdiri dan mencabut penis Indun dari vaginaku. Penis itu masih
setengah berdiri, dan berkilat basah oleh cairan kami berdua. Aku dan
suamiku mengehela nafas. Cepat cepat aku memperbaiki dasterku. Dengan
gugup, Indun juga menaikkan celananya dan duduk ketakutan di rerumputan.
Maa.. maaf, Bu.. akhirnya keluar juga suaranya.
Aku menatap Indun dengan wajah seramah mungkin. Suamiku yang akhirnya pegang peranan.
Sudahlah, Ndun. Sana kamu pulang, mandi dan cuci-cuci! perintahnya tegas.
Iya, om. Ma.. maaf ya Om kata Indun sambil menunduk. Segera dia meluncur pergi lewat halaman samping.
Masuk! suamiku melihat ke arahku dengan suara agak keras.
Gemetar
juga aku mendengar suamiku yang biasanya halus dan mesra padaku. Aduuh,
apa yang akan terjadi?bKami berdua masuk ke rumah, aku tercekat tidak
bisa mengatakan apa-apa. Tiba-tiba pikiran-pikiran buruk menderaku,
jangan-jangan suamiku tak memaafkanku.
Ohhh
apa yang bisa kulakukan. Di dalam kamar tangisanku pecah. Aku tak
berani menatap suamiku. Selama ini aku adalah istri yang setia dan
bahagia bersama suamiku, tapi malam ini… tiba-tiba aku merasa sangat
kotor dan hina. Agak lama suamiku membiarkanku menangis. Pada akhirnya
dia mengelus pundakku.
Sudahlah
bu, ini khan kecelakaan.Hatiku sangat lega. Aku menatap suamiku, dan
mencium bibirnya. Tiba-tiba aku menjadi sangat takut kehilangan dia.
Kami berpelukan lama sekali.Tapi mas… kalau aku…… hamil gimana?tanyaku
memberanikan diri.Ah.. mana mungkin, dia khan masih ingusan. Dan kalau
pun Dik Idah hamil khan gak papa, si Sangga juga sudah siap kalau punya
adik lagi, sanggah suamiku.
Jawaban
itu sedikit menenangkan hatiku. Akhirnya kami bercinta lagi. Kurasakan
suamiku begitu mengebu-gebu mengerjaiku. Apa yang ada di pikirannya, aku
tak tahu, padahal dia barusan saja melihat istrinya disetubuhi anak
muda. Sampai-sampai aku kelelehan melayani suamiku. Pada orgasme yang
ketiga aku menyerah.
Mas,
keluarin di mulutku saja ya… aku tak kuat lagi bisikku pada orgasme
ketigaku ketika kami dalam posisi doggystye.Suamiku mengeluarkan
penisnya dan menyorongkannya ke mulutku. Sambil terbaring aku
menyedot-nyedot penis besar itu. Sekitar setengah jam kemudian, mulutku
penuh dengan sperma suamiku. Dengan penuh kasih sayang, aku menelan
semua cairan kental itu.
Hari-hari
selanjutnya berlalu dengan biasa. Aku dan suamiku tetap dengan
kemesraan yang sama. Kami seolah-olah melupakan kejadian malam itu.
Hanya saja, Indun belum berani main ke rumah.
Agak
kangen juga kami dengan anak itu. Sebenarnya rumah kami dekat dengan
rumah Indun, tapi aku juga belum berani untuk melihat keadaan anak itu.
Hanya saja aku masih sering ketemu ibunya, dan sering iseng-iseng nanya
keadaan Indun. Katanya sih dia baik-baik saja hanya sekarang lagi sibuk
persiapan mau naik kelas 3 SMP.
Seminggu
sebelum bulan puasa, Indun datang ke rumah mengantarkan selamatan
keluarganya. Wajahnya masih kelihatan malu-malu ketemu aku. Aku sendiri
dengan riang menemuinya di depan rumah.
Hai Ndun, kok kamu jarang main ke rumah?tanyaku.
Eh, iya bu. Gak papa kok Bu, jawabnya sambil tersipu.
Bilang ke mamamu, makasih ya
Iya
bu, jawab Indun dengan canggung. Dia bahkan tak berani menatap wajahku.
Entah kenapa aku merasa kangen sekali sama anak itu. Padahal dia jelas
masih anak ingusan, dan bukan type-type anak SMP yang populer dan gagah
kayak yang jago-jago main basket. Jelas si Indun tidak terlalu gagah,
tapi ukuran sedang untuk anak SMP. Hanya badannya memang tinggi.
Ayo
masuk dulu. Aku buatin minum ya ajakku.Indun tampak masih agak malu dan
takut untuk masuk rumah kami. Siang itu suamiku masih dinas ke
Kulonprogo. Anak-anak juga tidak ada yang di rumah. Kami bercakap-cakap
sebentar tentang sekolahnya dan sebagainya. Sekali-kali aku merasa Indun
melirik ke badanku. Wah, gak tahu kenapa, aku merasa senang juga
diperhatiin sama anak itu badanku.
Waktu
itu aku mengenakan kaos agak ketat karena barusan ikut kelas yoga
bersama ibu-ibu Candra Kirana. Tentunya dadaku terlihat sangat menonjol.
Akhirnya tidak begitu lama, Indun pamit pulang. Dia kelihatan lega
sikapku padanya tidak berubah setelah kejadian malam itu.
Hingga
pada bulan selanjutnya aku tiba-tiba gelisah. Sudah hampir lewat dua
minggu aku belum datang bulan. Tentu saja kejadian waktu itu membuatku
bertambah panik. Gimana kalau benar-benar jadi? Aku belum berani bilang
pada Mas Prasojo. Untuk melakukan test saja aku sangat takut. Takutnya
kalau positif.
Hingga
pada suatu pagi aku melakukan test kehamilan di kamar mandi. Dan, deg!
Hatiku seperti mau copot. Lembaran kecil itu menunjukkan kalau aku
positif hamil!!! Oh Tuhan!
Aku
benar-benar kaget dan tak percaya. Jelas ini bukan anak suamiku. Kami
selalu bercinta dengan aman. Dan jelas sesuai dengan waktu kejadian, ini
adalah anak Indun, si anak SMP yang belum cukup umur. Aku benar-benar
bingung. Seharian aku tidak dapat berkonsentrasi. Pikiranku berkecamuk
tidak karuan. Bukan saja karena aku tidak siap untuk punya anak lagi,
tapi juga bagaimana reaksi suamiku, bahwa aku hamil dari laki-laki lain.
Itulah yang paling membuatku bingung.
Hari
itu aku belum berani untuk memberi tahu suamiku. Dua hari berikutnya,
justru suamiku yang merasakan perbedaan sikapku.Dik Lani, ada apa? Kok
sepertinya kurang sehat?tanyanya penuh perhatian.Waktu itu kami sedang
tidur bedua. Aku tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Yang kulakukan hanya
memeluk suamiku erat-erat. Suamiku membalas pelukanku.Ada apa
sayang?tanyanya.
Badan
kekarnya memelukku mesra. Aku selalu merasa tenang dalam pelukan
laki-laki perkasa itu. Aku tidak berani menjawab. Suamiku memegang
mukaku, dan menghadapkan ke mukanya. Sepertinya dia menyadari apa yang
terjadi. Sambil menatap mataku, dia bertanya, benarkah?
Aku mengangguk pelan sambil menagis, aku hamil, mas…
Jelas suamiku juga kaget. Dia diam saja sambil tetap memelukku. Lalu dia menjawab singkat
besok kita ke dokter Merlin. Aku mengangguk, lalu kami saling berpelukan sampai pagi tiba.
Hari
selanjut sore-sore kami berdua menemui dokter Merlin. Setelah dilakukan
test, dokter cantik itu memberi selamat pada kami berdua.
Selamat, Pak dan Bu Prasojo. Anda akan mendapatkan anak ketiga, kata dokter itu riang.
Kami
mengucapkan terimakasih atas ucapan itu, dan sepanjang jalan pulang
tidak berkata sepatah kata pun. Setelah itu, suamiku tidak menyinggung
masalah itu, bahkan dia memberi tahu pada anak-anak kalau mereka akan
punya adik baru.
Anak-anak
ternyata senang juga, karena sudah lama tidak ada anak kecil di rumah.
Bagi mereka, adik kecil akan menyemarakkan rumah yang sekarang sudah
tidak lagi ada suara anak kecilnya.
Malamnya,
setelah tahu aku hamil, suamiku justru menyetubuhiku dengan ganas. Aku
tidak tahu apakah dia ingin agar anak itu gugur atau karena dia merasa
sangat bernafsu padaku. Yang jelas aku menyambutnya dengan tak kalah
bernafsu. Bahkan kami baru tidur menjelang jam 3 dini hari setelah
sepanjang malam kami bergelut di kasur kami.
Aku
tidak tahu lagi bagaimana wujud mukaku malam itu, karena sepanjang
malam mulutku disodok-sodok penis suamiku, dan dipenuhi oleh muncratan
spermanya yang sampai tiga kali membasahi muka dan mulutku. Aku hampir
tidak bisa bangun pagi harinya, karena seluruh tubuhku seperti remuk
dikerjain suamiku. Untungnya esok harinya hari libur, jadi aku tidak
harus buru-buru menyiapkan sekolah anak-anak.
Hari-hari
selanjutnya berlalu dengan luar biasa. Suamiku bertambah hot setiap
malam. Aku juga selalu merasa horny. Wah, beruntung juga kalau semua
ibu-ibu ngidamnya penis suami seperti kehamilanku kali ini. Hamil kali
ini betul-betul beda dengan kehamilanku sebelumnya, yang biasanya pakai
ngidam gak karuan.
Hamil
kali ini justru aku merasa sangat santai dan bernafsu birahi tinggi.
Setiap malam vaginaku terasa senut-senut, ada atau tak ada suamiku.
Kalau pas ada enak, aku tinggal naik dan goyang-goyang pinggang. Kalau
pas gak ada aku yang sering kebingungan, dan mencari-cari di internet
film-film porno.
Sudah
itu pasti aku mainin pakai pisang, yang jadi langgananku di pasar
setiap pagi, hehehe. Yang jadi masalah, adalah perlukah aku memberi tahu
si Indun bahwa aku hamil dari benihnya? Aku tidak berani bertanya pada
suamiku. Dia mendukung kehamilanku saja sudah sangat membahagiakanku.
Baca juga : Prediksi Togel Singapore SENIN
Mau nonton video bokep???klik disini <-------
Link alternatif AGEN JUDI ONLINE QQPUMA :👇
www.uangbola.com
www.qqpuma1.com
www.qqpuma2.com
www.qqpuma3.com
versi mobile/android/handphone
m.uangbola.com
m.qqpuma1.com
m.qqpuma2.com
m.qqpuma3.comSilahkan Hubungi kami hanya di :
WA : +63 9271482383
Comments
Post a Comment